Selasa, 17 Mei 2016

Kata-kata Dari Televisi, Berpengaruhkah?


Ibu Nina bercerita tentang perkembangan putri semata wayangnya. Bahwa saat ini sang putri senang sekali menirukan gaya berbicara salah satu tokoh di sinetron yang sering ia lihat. Dengan centilnya si putri menasehati ibunya: “Bu, jadi isteri itu harus sering-sering masak buat suaminya. Masaknya yang enak,bu. Kalau ngga enak nanti suami ibu bisa sering makan di luar”. Terkadang di hari berikutnya sang putri memuji ibunya, “ya ampyuuuunn, ibu hari ini cantik bingiiitttss...” Itulah sekilas kata-kata dari putri Ibu Nina yang cukup membuat sang ibu tercengang.
Apa yang terjadi dengan putri Ibu Nina? Hm, rupanya sang putri saat ini sedang senang menirukan kata-kata dari tokoh-tokoh di sinetron yang sedang tayang di televisi. Dan kata-kata yang ia lontarkan mempunyai kesan menjadikannya seorang anak yang mendadak dewasa dari usianya serta menambah perbendaharaan kosa kata di luar kosa kata yang sudah baku.
Perkembangan televisi saat ini yang begitu pesat memaksa orangtua untuk lebih ekstra dalam melakukan pengawasan terhadap anak-anaknya. Bagaimana televisi dapat mempengaruhi perilaku anak-anak? Dan bagaimana orangtua menyikapi fenomena pesatnya perkembangan televisi ini demi perkembangan yang baik dari anak-anak?
Saat ini banyak acara televisi yang tidak layak menjadi tontonan anak-anak. Termasuk film kartun. Karena sekarang pun sering dijumpai film-film kartun yang mempertontonkan kekerasan, atau pembalasan dendam. Bahkan sampai film berakhir, kalimat-kalimat yang sangat kasar selalu terlontar dari mulut si tokoh, dan hal ini dapat ditiru oleh anak-anak dalam sekejap. Bukan tidak mungkin jika terjadi selisih pendapat saja dengan temannya, ia akan melontarkan kata-kata yang kasar serta melakukan kekerasan karena terinspirasi dari film kartun kegemarannya. So,  banyaknya tawuran antar pelajar saat ini juga merupakan akibat dari maraknya acara televisi yang memperlihatkan kekerasan tersebut.
Selain banyaknya acara yang didominasi oleh kekerasan, ada pula beberapa acara yang kurang mendidik seperti sinetron tentang percintaan, intrik, perebutan harta warisan, dan lain-lain yang sekarang ini sudah menjadi konsumsi anak-anak. Dengan seringnya anak menonton acara-acara seperti itu sedikit demi sedikit akan mengubah pola pikir anak menjadi lebih dewasa dari usianya. Seperti kasus putri Ibu Nina di atas. Dan hal tersebut tentu saja akan membahayakan bagi kejiwaan anak. Apalagi jika tidak didukung dengan pengetahuan agama yang memadai. Akan banyak terjadi perzinaan, tuntutan kepada orangtua untuk memenuhi segala keinginannya, dan banyak lagi akibat yang lainnya.
Iklan pun juga menjadi salah satu tontonan anak-anak yang kurang bagus bagi perkembangan mereka dalam hal perbendaharaan kosa kata. Bukan rahasia umum lagi jika iklan-iklan di televisi yang mempromosikan suatu produk menggunakan bahasa di luar bahasa baku yang selama ini kita gunakan. Atau yang sekarang dinamakan bahasa gaul. Menemukan anak yang berbicara dengan bahasa gaul saat ini mudah sekali ditemukan, bukan?
Bagaimana cara orangtua menyikapi hal ini? Yang pertama adalah berdiskusi dengan anak tentang dampak positif ataupun negatif dari tayangan televisi. Dan membuat kesepakatan dengan anak perihal acara-acara yang boleh ditonton oleh anak beserta jadwalnya. Cara lain adalah memberi alternatif hiburan kepada anak selain televisi yang berguna untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya, seperti membaca buku, berkebun, mengerjakan pekerjaan rumah ,dan lain-lain.
Kemajuan teknologi termasuk televisi tidak bisa kita hindari. Sebagai orangtua kita harus pandai menyikapinya. Kemajuan teknologi jangan sampai merusak perkembangan anak dan menjadikan anak berkembang tidak sesuai dengan usianya. Sudah sewajarnya anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan pola pikir anak-anak seusianya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar