Selasa, 17 Mei 2016

Kata-kata Dari Televisi, Berpengaruhkah?


Ibu Nina bercerita tentang perkembangan putri semata wayangnya. Bahwa saat ini sang putri senang sekali menirukan gaya berbicara salah satu tokoh di sinetron yang sering ia lihat. Dengan centilnya si putri menasehati ibunya: “Bu, jadi isteri itu harus sering-sering masak buat suaminya. Masaknya yang enak,bu. Kalau ngga enak nanti suami ibu bisa sering makan di luar”. Terkadang di hari berikutnya sang putri memuji ibunya, “ya ampyuuuunn, ibu hari ini cantik bingiiitttss...” Itulah sekilas kata-kata dari putri Ibu Nina yang cukup membuat sang ibu tercengang.
Apa yang terjadi dengan putri Ibu Nina? Hm, rupanya sang putri saat ini sedang senang menirukan kata-kata dari tokoh-tokoh di sinetron yang sedang tayang di televisi. Dan kata-kata yang ia lontarkan mempunyai kesan menjadikannya seorang anak yang mendadak dewasa dari usianya serta menambah perbendaharaan kosa kata di luar kosa kata yang sudah baku.
Perkembangan televisi saat ini yang begitu pesat memaksa orangtua untuk lebih ekstra dalam melakukan pengawasan terhadap anak-anaknya. Bagaimana televisi dapat mempengaruhi perilaku anak-anak? Dan bagaimana orangtua menyikapi fenomena pesatnya perkembangan televisi ini demi perkembangan yang baik dari anak-anak?
Saat ini banyak acara televisi yang tidak layak menjadi tontonan anak-anak. Termasuk film kartun. Karena sekarang pun sering dijumpai film-film kartun yang mempertontonkan kekerasan, atau pembalasan dendam. Bahkan sampai film berakhir, kalimat-kalimat yang sangat kasar selalu terlontar dari mulut si tokoh, dan hal ini dapat ditiru oleh anak-anak dalam sekejap. Bukan tidak mungkin jika terjadi selisih pendapat saja dengan temannya, ia akan melontarkan kata-kata yang kasar serta melakukan kekerasan karena terinspirasi dari film kartun kegemarannya. So,  banyaknya tawuran antar pelajar saat ini juga merupakan akibat dari maraknya acara televisi yang memperlihatkan kekerasan tersebut.
Selain banyaknya acara yang didominasi oleh kekerasan, ada pula beberapa acara yang kurang mendidik seperti sinetron tentang percintaan, intrik, perebutan harta warisan, dan lain-lain yang sekarang ini sudah menjadi konsumsi anak-anak. Dengan seringnya anak menonton acara-acara seperti itu sedikit demi sedikit akan mengubah pola pikir anak menjadi lebih dewasa dari usianya. Seperti kasus putri Ibu Nina di atas. Dan hal tersebut tentu saja akan membahayakan bagi kejiwaan anak. Apalagi jika tidak didukung dengan pengetahuan agama yang memadai. Akan banyak terjadi perzinaan, tuntutan kepada orangtua untuk memenuhi segala keinginannya, dan banyak lagi akibat yang lainnya.
Iklan pun juga menjadi salah satu tontonan anak-anak yang kurang bagus bagi perkembangan mereka dalam hal perbendaharaan kosa kata. Bukan rahasia umum lagi jika iklan-iklan di televisi yang mempromosikan suatu produk menggunakan bahasa di luar bahasa baku yang selama ini kita gunakan. Atau yang sekarang dinamakan bahasa gaul. Menemukan anak yang berbicara dengan bahasa gaul saat ini mudah sekali ditemukan, bukan?
Bagaimana cara orangtua menyikapi hal ini? Yang pertama adalah berdiskusi dengan anak tentang dampak positif ataupun negatif dari tayangan televisi. Dan membuat kesepakatan dengan anak perihal acara-acara yang boleh ditonton oleh anak beserta jadwalnya. Cara lain adalah memberi alternatif hiburan kepada anak selain televisi yang berguna untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya, seperti membaca buku, berkebun, mengerjakan pekerjaan rumah ,dan lain-lain.
Kemajuan teknologi termasuk televisi tidak bisa kita hindari. Sebagai orangtua kita harus pandai menyikapinya. Kemajuan teknologi jangan sampai merusak perkembangan anak dan menjadikan anak berkembang tidak sesuai dengan usianya. Sudah sewajarnya anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan pola pikir anak-anak seusianya.




Berguru dari Ayah



Menurut Anda, siapakah yang disebut dengan guru? Selama ini pemahaman kita tentang guru adalah orang yang memberi pelajaran di sekolah. Sedangkan yang memberi pelajaran anak ketika di rumah disebut orangtua. Namun benarkah guru hanya dapat ditemui di sekolah saja? Apakah di rumah kita tidak bisa menemukan sosok seorang guru?

Sebenarnya dalam kehidupan ini, seorang anak mempunyai banyak guru. Jika di sekolah ia mendapat ilmu dari seorang guru. Namun ketika di rumah ia bertemu dengan sosok guru yang lain, yaitu Ayah. Benarkah ayah bisa menjadi guru yang baik bagi anak-anak? Pelajaran apa saja yang bisa diberikan ayah sebagai guru anak-anak di rumah?

Ayah adalah model figur laki-laki bagi seorang anak. Untuk itu ayah hendaknya dapat memberi contoh yang baik bagi anak-anak. Karena anak lebih mudah menyerap suatu ilmu dengan cara melihat contoh daripada mendengarkan kata-kata yang keluar dari mulut sang ayah.

Dalam lingkungan keluarga ayah dapat mengajarkan ilmu tentang menghormati perempuan dan menghormati orang yang lebih tua daripada anak. Yang dimulai dari menghormati sang ibu, berbicara dengan santun kepada ibu. Jika menginginkan sesuatu ayah bisa memberi contoh cara meminta tolong pada ibu dengan cara yang baik. Dengan begitu anak bisa mendapat pelajaran tentang cara menghormati perempuan.

Pada saat bermain ayah bisa mengajarkan berbagai permainan beserta peraturannya. Selain anak merasa bahagia dekat dengan sang ayah, anak juga belajar menaati suatu peraturan. Disini anak sudah bisa mempelajari arti disiplin terhadap peraturan.

Dari seorang ayah, anak dapat belajar cara mempertahankan dan membela diri dari segala pengaruh buruk lingkungan maupun kejahatan. Misalnya ketika di sekolah si anak mendapat perlakuan yang tidak baik dari temannya, maka ayah dapat memberi pelajaran tentang mempertahankan diri. Disertai pemahaman bahwa membela diri tidak perlu diikuti dengan pembalasan dendam kepada orang yang telah menyakiti.

Hal lain yang bisa dipelajari dari seorang ayah adalah keterampilan mengerjakan pekerjaan rumah. Seperti menyapu, mengepel, mencuci piring dan baju. Dengan menunjukkan bahwa ayah tidak segan mengerjakan pekerjaan rumah seperti itu, anak akan mempelajari satu hal bahwa pekerjaan rumah tangga bukan hanya pekerjaan ibu atau asisten rumah tangga. Tetapi, ayahpun bisa dan mau untuk melakukannya.

Setiap anak dimana pun ia berada, ia pasti akan menemukan sosok seorang guru. Siapa pun bisa menjadi seorang guru bagi anak-anak. Tak terkecuali seorang ayah. Perbedaannya hanya terletak pada ilmu yang diberikan. Nah, siapkah ayah menjadi guru bagi anak-anaknya? Dan maukah anak-anak berguru pada sang ayah?



Tentang Ayah



Pernah mendengar lagu Ada Band feat Gita Gutawa yang berjudul “Terbaik Untukmu” ? Jika mendengar lagu itu, makna apa yang tersirat di dalamnya? Ya, lagu tadi berkisah tentang ayah. Tentang kebanggaan dan kecintaan seorang anak terhadap sang ayah. Karena sang ayah sangat menyayanginya, sehingga ia berjanji ingin mewujudkan harapan sang ayah.

Ayah. Sosok orangtua yang juga mempunyai peran penting dalam perkembangan anak selain ibu. Namun peran yang dimiliki oleh seorang ayah berbeda dengan ibu. Peran apakah itu?

Ayah adalah teman bermain bagi anak. Jika kita berjalan-jalan di taman kota sering kita jumpai anak-anak yang bermain-main dengan ayahnya daripada dengan sang ibu. Di sini pada saat mengajak anak melakukan permainan yang menyenangkan, ayah juga bisa menerapkan beberapa peraturan dalam permainan yang harus ditaati anak. Sehingga selain bermain anak akan belajar tentang peraturan. Bahwa peraturan dibentuk untuk ditaati bukan untuk dilanggar.

Ayah adalah pembimbing. Ketika anak melakukan atau menginginkan sesuatu yang belum ia mengerti baik buruknya, ayah dapat membimbing anak untuk mengetahui baik buruknya keinginan anak tersebut. Jika anak melakukan sesuatu yang benar, ayah dapat memberikan pujian. Namun bila anak melakukan kesalahan, ayah hendaknya memberitahu letak kesalahannya dan bersama-sama memperbaiki kesalahan itu bersama si anak.

Ayah adalah sosok yang mampu menyelesaikan masalah. Ketika si anak lupa mengerjakan tugas sekolah karena terlalu asyik bermain, ayah dapat menjadi figur yang dapat menasehati anak untuk belajar tentang apa yang terpenting saat ini antara tugas sekolah dan bermain. Pada saat anak akan  mengembangkan suatu bakat ayah dapat mengarahkan memilih bakat sesuai dengan keinginan anak serta mengajarkan konsekuensi dari pilihan anak.

Ayah adalah sosok yang mempersiapkan masa depan dan sebagai tempat berlindung anak. Ayah bertanggung jawab terhadap masa depan anak seperti dalam hal persiapan dana untuk anak menempuh berbagai pendidikan formal dan informal. Selain itu ayah berperan dalam melindungi anak dari segala kejahatan dan pengaruh buruk lingkungannya. Dengan demikian anak akan merasa memiliki figur pelindung dan pahlawan dalam hidupnya.


Peran sang ayah dalam kehidupan anak sama menantangnya dengan peran sang ibu. Dan di balik usaha keras ayah menjalankan perannya, tentunya setiap ayah berharap jika sang anak akan menjadi pribadi yang berhasil, yang bisa membuatnya bangga. Jika ayah dapat menjalankan perannya dengan baik, niscaya semua anak di dunia ini juga akan merasa bangga dengan sosok sang ayah. Anak akan selalu merindukan ayah. Maka si anak akan dengan senang hati mewujudkan semua harapan sang ayah. Seperti makna yang tersirat dalam lagu “Terbaik Untukmu”.

Pilihan yang Sulit, Bukan?



Si Ilham duduk termenung di lapangan bola dekat rumahnya. Sambil memandang anak-anak lainnya yang asyik bermain bola dengan ayahnya. Perlahan-lahan kudekati Ilham dan kuajak bicara. Ilham bertutur “Aku sedih, Tante. Aku ingin main bola sama ayahku. Tetapi ayahku enggak ingin bermain denganku. Ayahku sibuk dengan handphone-nya. Akhirnya, aku disuruh main sendiri. Enggak seru ah kalau aku enggak main bola dengan ayahku.”

Oh, jadi itu masalahnya. Ilham bersedih karena tidak bisa main bola dengan ayahnya. Karena si ayah masih sibuk dengan handphone-nya. Dan si ayah malah menyuruh Ilham bermain sendirian.  Apa serunya jika main bola sendirian?
Gadget berhubungan dengan teknologi yang sangat berkembang pesat akhir-akhir ini. Tidak bisa dipungkiri kemajuan pesat teknologi juga menuntut orangtua untuk tetap mengikuti perkembangannya. Sehingga menyebabkan orangtua tidak bisa terlepas satu detik pun dari penggunaan gadget.

Namun haruskah hal itu menjadi perhatian utama orangtua? Akankah kita biarkan anak-anak terlantar, tidak diperhatikan demi mengikuti si teknologi ini? Akankah kita lupa bahwa anak adalah titipan Sang Maha Kuasa yang nantinya harus kita pertanggungjawabkan?

Nah, sekarang bagaimana cara agar orangtua bijak memanfaatkan teknologi? Bisa mengikuti perkembangan teknologi tanpa menelantarkan anak?
Gunakanlah teknologi pada saat bekerja di kantor. Dan disaat mengerjakan tugas yang memang membutuhkan informasi dari gadget kita. Namun setelah pulang ke rumah dan berhenti dari aktivitas kantor, jauhkan gadget dari pandangan kita. Alihkan fokus perhatian kita kepada anak dan keluarga.


Pada saat makan malam, usahakan tidak membawa gadget. Agar suasana makan malam berlangsung dengan nyaman tanpa gangguan telepon berdering. Diskusikan dengan keluarga dan anak-anak apa yang telah mereka lakukan dalam sehari ini. Tentang kegiatan di sekolah, tugas sekolah yang harus dikerjakan, juga hubungan pertemanan anak dengan lingkungannya.

Ketika hari libur datang, ajak anak-anak menghabiskan waktu dengan aktivitas yang menyenangkan. Seperti contoh menonton bioskop, bermain di taman, berkebun. Dan tanpa ada gadget yang menemani. Cukup hanya anak dan keluarga yang menemani. Selain pikiran dan tubuh bisa terlepas dari kepenatan, hubungan antar anggota keluarga akan semakin harmonis.

Dan pada saat anak belajar, dampingi mereka tanpa ada gadget di tangan kita. Ajari mereka jika mengalami kesulitan dengan pelajaran sekolahnya. Bacakan dongeng ketika anak akan tidur. Minta tanggapan dari anak tentang dongeng yang telah dibaca bersama. Apakah ada ilmu yang bisa dipetik dari cerita dongeng tersebut. Hubungan anak dan orangtua akan terjaga dengan baik dan anak-anak akan mendapat ilmu baru dari diskusi tentang isi cerita dongeng.

Saat ini seiring dengan perkembangan teknologi yang cukup pesat, jika harus memilih antara teknologi atau anak sungguh itu merupakan pilihan yang sulit bagi orangtua. Namun hendaklah orangtua menyadari bahwa anak adalah titipan Sang Maha Kuasa yang harus kita jaga sebaik-baiknya dengan segenap kemampuan yang ada. Jika hal itu sudah disadari oleh para orangtua, tentunya jika harus memilih antara anak atau teknologi sudah bukan merupakan pilihan yang sulit lagi, bukan?




Merindukan Ayah



Berbicara tentang makna yang tersirat dalam lagu, berikut ini terdapat sebuah lagu jaman dahulu yang berjudul “Ayah”. Dinyanyikan oleh Almarhum Rinto Harahap. Berkisah tentang seorang anak yang merindukan sosok sang ayah. Si anak tidak tahu keberadaan sang ayah hingga ia hanya bisa mengungkapkan kerinduannya lewat bernyanyi.

Pernahkah Anda merasakan kerinduan yang amat sangat kepada ayah Anda? Apa yang telah ayah Anda perbuat sehingga Anda merindukannya? Bagaimana caranya agar ayah menjadi sosok yang selalu dirindukan oleh anak-anaknya?
Setiap anak di dunia ini pasti pernah merindukan sosok ayah. Kerinduan pada sosok ayah menggambarkan bahwa telah terjadi ikatan batin yang sangat kuat antara ayah dan anak. Untuk menjadi sosok ayah yang selalu dirindukan, ayah harus menjadi orang yang selalu ada di dekat anak-anak di saat mereka membutuhkan. Tanpa mengesampingkan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pencari nafkah bagi keluarga.

Dalam arti ayah mampu menempatkan posisinya kapan sebagai orangtua yang berkewajiban mencari nafkah untuk keluarga dan kapan sebagai ayah yang menemani anak-anak bermain dan belajar. Jadi pada saat ayah berada di kantor, ayah berusaha bekerja untuk mendapatkan hasil terbaik bagi keluarga, namun jika sudah waktunya untuk kembali ke rumah hendaknya ayah melepas semua atributnya sebagai pencari nafkah dan menggantinya dengan atribut ayah yang dibutuhkan anak-anak.

Jika ayah tidak bisa menempatkan posisinya dengan benar, bukan tidak mungkin kehadirannya justru tidak dirindukan oleh anak-anak. Ketika pulang ke rumah jika ayah masih memikirkan pekerjaannya, masih sibuk menelpon teman kantornya, bukan tidak mungkin kepulangan ayah di hari berikutnya akan membuat anak tidak lagi merindukan ayahnya. Perhatian anak malah akan tertuju pada televisi, gadget ataupun hal lain yang menarik perhatian anak selain ayahnya. Alangkah menyedihkan, bukan?

Ayah yang selalu memberikan contoh yang baik dan ayah yang selalu menjaga lisannya juga termasuk ayah yang selalu dirindukan. Coba bayangkan seandainya ayah sering marah, berkata-kata dan bertindak dengan kasar. Apakah anak akan merindukannya? Tentu tidak. Anak akan perlahan menjauh dari ayah karena ketakutan berdekatan dengan ayahnya.

Ayah juga harus bersikap tegas, selalu  melindungi dan bertanggungjawab juga agar menjadi  ayah yang dirindukan setiap saat oleh anaknya. Mengapa? Karena ayah yang tegas, selalu melindungi dan bertanggungjawab bagaikan superhero bagi anak-anak. Anak akan merasa aman, nyaman dan terlindungi dalam lindungan sang ayah. Mereka menggambarkan adanya sang ayah sebagai superhero yang selalu melindungi dari segala kejahatan. 

Menjadi seorang ayah adalah sesuatu yang sulit dilakukan. Terlebih lagi menjadi seorang ayah yang selalu dirindukan anak-anaknya. Dekat dan selalu ada di saat anak membutuhkan adalah ikhtiar permulaan untuk menjadi ayah yang dirindukan. Nah, siapkah para ayah melakukannya?






Komunikasi Efektif, Bekal Menuju Keluarga Harmonis


Sebagai orangtua kapan terakhir kali Anda berkomunikasi dengan anak? Seperti apakah komunikasi Anda dengan anak? Bagaimana hasil yang Anda dapatkan dari komunikasi itu? Apakah ada pelajaran yang bisa diambil ataukah berakhir berantakan?

Setelah menikah dan dikaruniai buah hati, sudah tentu kita akan mengharapkan keluarga yang bahagia, sakinah, mawadah, dan warrahmah. Dan untuk mencapainya banyak hal yang kita lakukan. Saling menghormati, saling tolong menolong, saling memahami.  Selain itu yang tak kalah penting adalah melakukan komunikasi yang efektif antar individu dalam keluarga. Terutama antara orang tua dan anak.

Mengapa diperlukan komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak? Dan bagaimana cara melakukannya?

Komunikasi yang efektif saat ini sangat diperlukan dan menjadi suatu keharusan dalam hidup berkeluarga. Karena akhir-akhir ini seiring dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat, mengharuskan kita untuk tetap mengikuti perkembangan teknologi. Namun terkadang banyak yang terlalu mementingkan hal tersebut dibandingkan dengan memberi perhatian pada keluarga.

Ditambah pula dengan keharusan mencari nafkah yang tidak ada habisnya. Dimana saat ini keharusan mencari nafkah cenderung dilakukan oleh suami istri. Melihat kenyataan seperti ini, jika komunikasi efektif tidak diterapkan dalam keluarga antara orangtua dan anak mustahil kehidupan keluarga yang harmonis akan didapat.

Lalu bagaimana caranya agar sebagai orangtua kita dapat melakukan komunikasi yang efektif dengan anak?

Ketika anak bercerita orangtua hendaknya mendengarkan. Dengarkan cerita anak dengan tulus dan fokus. Jangan memikirkan masalah pekerjaan ataupun mendengar cerita anak sambil fokus pada gadget Anda. Si anak akan merasa jika orangtuanya tidak ingin mendengarkan ceritanya.

Dengarkan cerita anak, berikanlah respon yang positif. Dan beri kesempatan juga pada anak untuk merespon apa yang orangtua katakan. Berbicara jujur pada anak. Misal ketika orangtua mengajarkan pada anak untuk mengerjakan ujian di sekolah secara jujur, orangtua sebisa mungkin mendampingi anak belajar sehingga pada saat ujian si anak percaya diri mengerjakannya karena sudah melakukan belajar bersama dengan orangtuanya.

Orangtua hendaknya melakukan kontrol terhadap anak dari pengaruh apapun di lingkungan sekitarnya. Juga terhadap teknologi yang berkembang pesat saat ini. Diskusikan dengan anak tentang dampak positif dan negatif dari kejadian di sekitarnya. Gunakan bahasa sederhana yang dipahami anak, dan hindari banyak mengomel pada anak.

Ketika anak mencapai suatu prestasi berikanlah apresiasi. Bentuk apresiasi tidak hanya berupa hadiah. Memeluk anak di saat ia mencapai suatu prestasi, hal itu sudah merupakan bentuk apresiasi dari orangtua kepada anak. Bahkan di saat anak sedang mendapat kegagalan pun orangtua hendaknya memberi semangat. Jangan menghakimi dan menyalahkannya. Hal itu akan membuat si anak tambah terpuruk dan tidak bersemangat lagi melakukan yang terbaik.

Orangtua hendaknya juga tidak malu untuk meminta maaf. Misalkan ketika sudah berencana untuk melakukan wisata kuliner, namun ternyata ada suatu pekerjaan penting yang tidak bisa ditunda dan mengagalkan acara semula, maka tidak ada salahnya orangtua meminta maaf. Lakukan dengan tulus, hibur si anak sampai ia bisa menerima kenyataan jika semua keinginan tidak harus terlaksana saat itu juga.

Keluarga yang harmonis adalah dambaan setiap orang. Keluarga yang harmonis pasti menjadi tujuan hidup setiap orang yang berumahtangga. Lakukanlah komunikasi yang efektif antar anggota keluarga. Antara orangtua dan anak. Jika komunikasi efektif sudah terbentuk dalam keluarga, otomatis akan timbul rasa saling bantu, saling menghormati dan saling menghargai sebagai bekal menuju keluarga yang harmonis dan bahagia.



Haruskah Menjadi Ibu yang Sempurna?



Seorang teman baik berkata “Beberapa hari ini anakku marah. Karena aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku di kantor. Tapi mau bagaimana lagi. Pekerjaanku juga sedang dituntut selesai tepat waktu. Sedih juga sih. Seakan-akan aku tidak memperhatikan anakku sendiri.”

Lain lagi dengan teman yang lain. “Bisnisku di rumah sedang pesat-pesatnya. Banyak sekali pesanan yang datang. Sampai-sampai fokusku hanya pada bisnisku. Tidak mengetahui kalau anakku membutuhkanku untuk mendampinginya belajar menghadapi ujian sekolahnya.”

Fenomena yang terjadi saat ini, selain ada yang memutuskan menjadi ibu rumah tangga biasa, namun ada juga wanita yang memutuskan untuk berkarier di luar rumah. Apapun keputusan yang diambil hal itu tetap tidak akan mengubah kodrat mereka sebagai istri dan ibu dari anak-anak mereka. Yang berkewajiban mengurus keluarga dan memberi perhatian kepada anak-anak.

Menjadi seorang ibu adalah sesuatu yang membanggakan, menyenangkan, membahagiakan. Namun benar-benar tidak mudah untuk menjadi seorang ibu. Diperlukan kesabaran, kendali diri dan keikhlasan yang luar biasa. Untuk itulah  seorang ibu tidak dituntut untuk menjadi ibu yang sempurna. Cukuplah menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya.

Lalu apa yang harus dilakukan agar para wanita bisa menjadi ibu yang baik bagi anak-anak?
Seorang ibu harus memahami keinginan anak yang berkaitan dengan cita-citanya. Jika anak menginginkan cita-cita yang berbeda dengan orangtua, berdiskusilah dengan anak. Serta dukung minatnya jika itu memang terbaik untuknya. Berikan pujian jika anak mencapai prestasi dan beri semangat di kala anak gagal meraih impiannya. Jika anak menghendaki sesuatu tidak semua hal harus ibu turuti. Berikan pengertian pada anak tentang baik buruknya atas apa yang ia kehendaki.

Selain itu diperlukan kesabaran sebagai seorang ibu dan selalu siap menjadi pendengar yang baik bagi anak. Karena terkadang anak melakukan kenakalan tertentu yang akan menguji kesabaran ibu. Seringkali pula anak merasa lebih nyaman jika berbagi cerita, pengalaman, kegembiraannya bahkan kesedihannya dengan sang ibu. Sehingga ibu  perlu belajar cara menjadi pendengar yang baik.

Ibu juga hendaknya tidak pilih kasih, tidak memarahi dan membanding-bandingkan dengan anak yang lain di depan umum. Mengapa? Karena hal itu justru membuat anak semakin terpuruk dan tidak bersemangat, anak akan selalu melihat kekurangan dirinya dan akhirnya tidak mensyukuri segala nikmat yang ia miliki.

Ibu juga harus belajar bicara jujur pada anak. Misalnya ketika ibu tiba-tiba membatalkan rencana yang telah disusun bersama anak dikarenakan sesuatu yang tidak bisa dihindari, tidak ada salahnya berbicara jujur pada anak tentang pembatalan rencana itu dan meminta maaf. Serta membuat rencana baru sebagai penggantinya.
Serta yang paling penting adalah ibu harus mengenalkan kepada anak tentang ajaran agama. Karena ilmu agama sangat penting sebagai perisai anak dari segala pengaruh buruk dari lingkungan sekitar ataupun akibat dari kemajuan teknologi yang berkembang pesat akhir-akhir ini.

Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Begitu pun dengan seorang ibu. Dengan tanggung jawab yang begitu besar terhadap anak-anak dan keluarga, seorang ibu tidak perlu menjadi sempurna. Cukup menjadi seorang ibu yang baik, yang sanggup mengantarkan anak-anaknya menuju masa depan yang cerah. Menjadi seorang ibu yang selalu dirindukan dan dibanggakan oleh anak-anaknya.